Indonesia
Arabic
Lainnya
Pengunjung
Kunjungi Website Baru Kami http://tazhimussunnah.com
بـــسم الله الرحمن الرحــــيم
Awas Bahaya Thoghut
25 Januari 2009 21.00
Oleh : Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy

At Thoghut adalah segala sesuatu yang di`ibadahi selain Allah Tabaaraka wa Ta`aala, ia rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh para peng`ibadat (pemujanya), ataupun ia rela dengan keta`atan orang yang menta`atinya dalam hal kema`siatan kepada Allah Tabaaraka wa Ta`aala dan Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam.

Allah Tabaaraka wa Ta`aala mengutus para rosulNya supaya memerintahkan kaum mereka, agar ber`ibadah hanya kepada Allah Subhaana wa Ta`aaala saja serta menjauhi thogut. Allah Jalla wa `Alaa berfirman :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Artinya: Dan sungguh sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap tiap umat (untuk menyerukan): "Ber`ibadatlah kalian kepada Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu , ada orang orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang orang yang mendustakan (rasul rasul). (QS. An-Nahl : 36).

Marilah kita simak penafsiran ayat yang mulia ini; berkata As Syaikh Abdurahman As Sa’diy Rahimahullahu Ta`aala : “Allah Jalla wa `Alaa telah mengkhabarkan kepada kita bahwa hujjahNya telah tegak atas seluruh umat, bahwasanya tidak ada satu ummat dari umat terdahulu maupun yang terakhir, melainkan Allah Jalla Sya`nuHu telah mengutus kepada umat tersebut seorang Rasul `Alaihis Sholaatu was Salaam, dimana seluruh Rasul `Alaimus Sholaatu was Salaam telah sepakat diatas satu da`wah, satu Din (Agama Islam), yaitu: “dakwah kepada untuk ber`ibadah kepada Allah saja yang tidak ada sekutu bagiNya,”

أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ terbagilah ummat tersebut kepada dua bahagian, sesuai dengan penerimaan mereka terhadap da`wah para RasulNya atau tidak menerimanya, ada diantara merela menerima seruan Rasul `Alaihis Sholaatu was Salaam tersebut, ada yang mengingkarinya, maka jadilah dua golongan, [فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ]’’ “diantara mereka ada orang orang diberi petunjuk oleh Allah”, maksudnya mereka yang mengikuti para rasulNya secara ilmu dan `amalan,[وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ]’’ “dan diantara mereka ada pula orang orang yang telah pasti kesesatan atasnya”, maksudnya mereka yg telah mengutamakan kesesatan daripada pentunjuk Rasulnya,{ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ}” “maka berjalanlah kalian dipermukaan bumi”, maksudnya, dengan badan-badan dan hati-hati kalian , فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ’’dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (Rasul-rasul `Alaihimus Sholaatu was Salaam)”, maksudnya, kalian akan melihat hal-hal yang menakjubkan, dan tidaklah kalian melihat orang orang yang mendustakan RasulNya melainkan kebinasaan yang mereka dapatkan”.[1]

Al Imam Al Baghawiy menafsirkan ayat ini sebagai berikut :

Kata beliau : “Sebagaimana telah Kami utus pada kalian”. وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا

Â$ أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ (

Kata beliau : “Yang dimaksud ialah seluruh bentuk yang di`ibadati selain Allah”.

Bentuk thoghut amat banyak sekali, akan tetapi gembong-gembong thoghuut ada lima:

  1. Setan.

Thaghut (Syaithon) ini selalu menyeru dan mengajak manusia untuk ber`ibadah kepada selain Allah Tabaaraka wa Ta`aala.

Dalilnya adalah Allah Jalla wa `Alaa berfirman :

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آَدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Artinya : Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian hai Bani Adam supaya kalian tidak meng`ibadati syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian". (Surah Yaasin : 60).

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu, maksudnya; telah diperintahkan atas kalian serta diwasiyatkan melalui lisan Rasul-Ku Shollallahu `alaihi wa Sallam (Aku telah katakan atas kalian): يَا بَنِي آَدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ’’hai Bani Adam jangan kalian meng`ibadati syaitan?” Maksudnya, jangan kalian taati ia!!! Ini merupakan celaan dari-Nya Tabaaraka wa Ta`aala, celaan ini masuk kepada seluruh jenis kekufuran dan kemaksiatan, sebab seluruhnya masuk kedalam melakukan keta`atan kepada syaithon dan dianggap telah ber`ibadah kepada syaithon tersebut, إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian", maka Saya telah memperingatkan kalian darinya dengan peringatan yang bersangatan, dan Saya larang kalian untuk menta`ati syaithan tersebut, dan telah Saya khabarkan kepada apa kalian diseru olehnya”.[2]

2. Penguasa zholim yang mengubah hukum hukum Allah عز وجل

Seperti meletakan undang-undang yang menyelisihi Din Islam, dalilnya firman Allah Tabaaraka wa Ta`aala sebagai pengingkaran atas orang orang musyrik yang telah membuat syari`at (undang-undang) yang tidak diridhoi Allah Jalla wa `Alaa.

÷

÷ أَمۡ لَهُمۡ شُرَڪَـٰٓؤُاْ شَرَعُواْ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمۡ يَأۡذَنۢ بِهِ ٱللَّهُ

Artinya : “Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah mensyari`atkan untuk mereka Din (agama) yang tidak diizinkan Allah?’’ (QS. As Syuuraa : 21)

Berkata As Syaikh `Abdurahman As Sa`diy ketika menafsirkan ayat yang mulia ini :Allah عز وجل telah mengkhabarkan bahwa kaum musyrikin mengambil sekutu-sekutu selain Allah عز وجل , mereka mencintainya, mereka bersyirikat dengan sekutu tersebut dalam kekufuran dan `amalan-`amalannya, syaithan dari kalangan manusia dan jin, dan da`i-da`i (penyeru/penda`wah) kepada kekufuran.

{ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ }

Artinya : “mereka mensyari`atkan untuk mereka Din (agama) yang tidak diizinkan Allah?’’

Maksudnya : Dari bentuk syirik dan bid`ah, mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, menghalalkan apa yang diharamkanNya, dan semisalnya yang mencocoki hawa nafsu mereka.

Padahal Ad Din (Agama) tidak akan tegak melainkan dengan apa yang telah disyari`atkan Allah Ta`aala, agar para hambaNya beragama dan mendekatkan dirinya kepada Allah Subhaana wa Ta`aala dengan Din tersebut.

Pada dasarnya hendaklah setiap pribadi manusia berhati-hati dari membuat satu syari`at yang tidak datang dari Allah Subhaana wa Ta`aala dan RasulNya Shollallahu `alaihi wa Sallam. Apalagi bagi mereka yang fasiq, dimana mereka sepakat bersama nenek moyang mereka di atas kekufuran”.[3]

3 Seorang hakim yang berhukum selain dengan hukum Allah تعالى , apabila dia beri`tiqad bahwa hukum Allah Ta`aala tidak relevan lagi dengan zaman, atau dia membolehkan hukum selain hukum Allah.

Allah berfirman :

4 وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّه فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُون

Artinya:Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang orang yang kafir.(QS. Al Maidah : 44)

Ayat ini merupakan salah satu dari sekian ayat dalam al Quran dijadikan oleh golongan-golongan yang sesat dan menyesatkan, dimana mereka sangat ngotot untuk mengkafirkan secara mutlak pemerintah muslim yang zholim yang tidak berhukum dengan hukum Allah Tabaaraka wa Ta`aala, seperti NII (Negara Islam Indonesia), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), HT (Hizbut Tahriir-lebih cocok firqah sesat ini dikatakan Hizbut Takfiir)[4], sedangkan Al Imam Al Baaniy rahimahullahu Ta`aala menamakan mereka ini (HT) Mu`tazilah Gaya Baru,[5] demikian juga Firqah Al Ikhwanul Muslimin yang kesemuanya berporos atas penafsiran dengan hawa nafsu mereka, bukan diatas penafsiran para shahabat Rasulillahi Shallallahu `alaihi wa sallam.

Untuk itu marilah kita simak paparan Asy-Syaikh Abdur-Rahman As-Sa’diy Rahimahullah;” وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ’’ Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah”, maksudnya dari yang haq dan nyata kebenarannya, berhukum dengan kebatilan yang ia ketahui semata-mata untuk melegalkan dari penetangan serta melakukan kerusakan, فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَartinya; “maka mereka itu adalah orang orang yang kafir”. Maksudnya, berhukum dengan selain yang diturunkan Allah Tabaaraka wa Ta`aala merupakan salah satu dari `amalan-`amalan kekufuran, terkadang menjadikan seorang kufur keluar dari Din Islam, apabila ia berkeyakinan akan halalnya dan bolehnya untuk berhukum dengan selain hukum Allah Tabaaraka wa Ta`aala. Jika tidak demikian pelakunya hanya menjadikan seseorang terhukumi telah berbuat dosa besar, serta termasuk dari dosa-dosa besar, tidak mengeluarkan ia dari agamanya (Islam), sungguh berhak dia mendapatkan `adzab yang pedih”.[6]

4. Orang yang mengaku-ngaku mengetahui `ilmu ghaib selain Allah Jalla wa `Alaa.

Allah berfirman:

قُل لَّا يَعۡلَمُ مَن فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُ

Artinya: Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib, kecuali Allah". (QS. An-Naml: 65).

Berkata As Syaikh `Abdurrahman As Sa`diy rahimahullahu Ta`aala: Allah تعالى mengkhabarkan bahwa Dia sajalah mengetahui perkara ghaib di langit dan di bumi, sebagaimana disurat yang lain berkata Allah تعالى :

وَعِندَهُ ۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَ‌ۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِى ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ‌ۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ۬ فِى ظُلُمَـٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٍ۬ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍ۬ مُّبِينٍ۬

Artinya : Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)". (QS. Al An’am: 59).

إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُ ۥ عِلۡمُ ٱلسَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ ٱلۡغَيۡثَ وَيَعۡلَمُ مَا فِى ٱلۡأَرۡحَامِ‌ۖ وَمَا تَدۡرِى نَفۡسٌ۬ مَّاذَا تَڪۡسِبُ غَدً۬ا‌ۖ وَمَا تَدۡرِى نَفۡسُۢ بِأَىِّ أَرۡضٍ۬ تَمُوتُ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرُۢ (٣٤)

Artinya; “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Luqman: 34).

Maka perkara perkara ghaib tersebut, Allah Tabaaraka wa Ta`aala mengkhususkan hanya pada sisiNya sajalah ilmu ghaib itu, tidak ada yang mengetahuinya walaupun malaikat yang paling terdekat, dan juga nabi `Alaihis Sholaatu was Salaam yang diutus. Apabila Dia satu satunya mengetahui perkara ghaib tesebut, `ilmuNya meliputi hal-hal yang tersembunyi, dan yang tertutup, maka tidak ada yang pantas untuk di`ibadati kecuali Dia Subhaana wa Ta`aala saja, kemudian Allah Ta`aala mengkhabarkan tentang lemahnya `ilmu para pendusta di akhirat”.[7]

5. Seseorang atau sesuatu yang diibadahi dan diminta pertolongan oleh manusia selain Allah, sedangkan ia rela dengan yang demikian.

Allah berfirman;

وَمَن يَقُلۡ مِنۡہُمۡ إِنِّىٓ إِلَـٰهٌ۬ مِّن دُونِهِۦ فَذَٲلِكَ نَجۡزِيهِ جَهَنَّمَ‌ۚ كَذَٲلِكَ نَجۡزِى ٱلظَّـٰلِمِينَ

Artinya: Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan: "Sesungguhnya Aku adalah ilaahun (yang di`ibadati) selain daripada Allah", maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang orang zholim”. (QS.Al Anbiyaa : 29).

Berkata As Syaikh `Abdurrahmaan As Sa`diy rahimahullahu Ta`aala : “Tatkala Allah Tabaaraka wa Ta`aala menerangkan bahwa tidak ada haq bagi mereka dalam peng`ubudiyahan, dan sedikitpun mereka tidak berhak untuk di`ibadahi dengan apa-apa yang disifatkan mereka dengannya daripada sifat-sifat yang menuntut pada demikian; dan Allah Ta`aala juga menyebutkan bahwa tidak ada bahagian bagi mereka dan tidak juga hanya sekedar da`waan saja, bahwasanya barang siapa yang mengatakan dikalangan mereka : sesungguhnya saya adalah ilaahun (ma`buudun/yang di`ibadati) selain dari Allah Tabaaaraka wa Ta`aala dengan bentuk mewajibkan dan penekanan.”[8]

Setiap mukmin wajib menginkari thoghut, sehingga dia menjadi seorang mu`min yang lurus. Allah Tabaaraka wa Ta`aala berfirman:

Iلَآ إِكۡرَاهَ فِى ٱلدِّينِ‌ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَىِّ‌ۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّـٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا‌ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيم

Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah: 256).

Berkata Asy Syaikh `Abdurrahman As Sa`diy rahimahullahu Ta`aala : “Ini merupakan penjelasan terhadap sempurnanya Ad Din Al Islamiy ini, sungguh sangat sempurnanya dalil dalilnya, dan sangat jelasnya ayat-ayatnya dan wujudnya sebagai Din Al `Aqal, Al `Ilmi dan cocok dengan Al Fithrah serta Al Hikmah, Din yang sangat baik dan memperbaiki, Din yang haq dan menuntun, dikarenakan kesempurnaannya dan diterimanya oleh fithrah maka tidak menghajatkan untuk pemaksaan atasnya, “Allah تعالى mengkhabarkan bahwa tidak ada paksaan di dalam Ad Diin (Agama Islam) dikarenakan tidak adanya kebutuhan atasnya, sebab biasanya suatu pemaksaan itu tidak akan terjadi melainkan terhadap perintah yang masih bersifat tersembunyi pentunjuk-pentunjuknya, belum jelas hasilnya, atau terhadap suatu perintah yang amat tidak disukai bagi jiwa-jiwa, adapun Ad Diin (Agama Islam) ini telah tegak dan berada diatas jalan yang lurus, apatah lagi telah teramat jelas pentunjuknya bisa terditeksi oleh `aqal pikiran, dan jelas pula metode-metodenya, perintah-perintah Nya, pentunjuk dari kesesatan, seorang yang lurus (bersih) niatnya ketika ia melihat dengan seksama kepada Agama lurus ini, maka ia akan dapatkan hasilnya sehingga ia akan menjadikan sebagai Dinnya (Agamanya).

Adapun seseorang yang jelek niatnya lagi rusak tujuannya, dan kotor jiwanya, ia melihat kebenaran akan tetapi yang dipilihnya kebatilan atasnya, dan ia sudah melihat sesuatu kebaikan namun kecenderungannya tetap kepada kejelekan, maka dalam hal seperti ini tiada kebutuhan bagi Allah untuk memaksakan atasnya AgamaNya, karena tidak ada hasil dan faedahnya didalamnya, orang yang terpaksa tiada baginya iman yang shohih.

Ayat yang mulia ini tidak menunjukan untuk meninggalkan memerangi kaum kufar yang memerangi kaum muslimin, hanya saja secara implisit (tersirat) bahwa dari sisi hakekat Din Islam ia wajib untuk diterima atas setiap orang yang `adil yang bermaksud mengikuti kebenaran. Adapun wajib atau tidaknya memerangi kaum kufar tidaklah bertentangan dengan ayat ini, hanya saja diambilnya kewajiban jihad fi sabililah dari nash-nash (dalil-dalil) yang lain. Akan tetapi di dalam ayat yang mulia ini ada dalil menunjukan atas diterimanya jizyah selain dari ahlul kitab sebagaimana yang telah disebutkan oleh mayoritas para ulama. Maka barang siapa yang kufur (mengingkari) thoghut sehingga meninggalkan per`ibadatan selain kepada Allah Tabaaraka wa Ta`aala dan ketaatan kepada syaithon, lalu dia beriman kepada Allah Subhaana wa Ta`aala keimanan yang sempurna, maka telah diwajibkan atas dirinya untuk beribadah dan ta`at kepada Rabbnya Jalla wa `Alaa-{ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى] Artinya: “maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat”.

Maksudnya: Dengan Din Islam yang kokoh bangunan-bangunannya, tetap pondasinya, maka orang yang berpegang dengannya adalah orang yang tsiqah (terpecaya lagi jujur) atas perintahNya, sehingga secara otomatis ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang { لَا انْفِصَامَ لَهَا}Artinya: ”yang tidak akan putus”.

Adapun orang yang sebaliknya terhadap perintahNya, dia kufur kepada Allah Jalla Sya`nuHu, lalu beriman kepada thoghut, maka telah mutlaklah perlindungan Allah Tabaaraka wa Ta`aala dan keselamatanNya atas orang-orang yang berpegang teguh dengan buhul tali yang amat kuat tersebut. Sedangkan orang yang berpegang dengan segala jenis kebathilan, sudah tentu kebathilan tersebut akan mengantarkannya kepada nereka jahiim.

{ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ]Artinya; “Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Maksudnya; Allah Jalla wa `Alaa Maha Mendengar seluruh suara dengan segala jenis bahasa dengan segala bentuk hajat, dan Maha Mendengar do`a seseorang yang berdo`a dan ketundukan orang orang yang menghinakan diri kepadaNya. Dan Maha Ber`ilmu dengan apa-apa yang disembunyikan dalam dada, dan segala apapun yang tersembunyi, kemudian Allah Jalla wa `Alaa akan membalas setiap pribadi manusia sesuai dengan apa yang Dia Ketahui dari niatnya dan `amalannya”.[9]

Ayat ini merupakan dalil bahwa seluruh `ibadah kepada Allah Subhaana wa Ta`aala sama sekali tidak bermanfa`at bagi orang yang melakukannya, kecuali dengan menjauhi seluruh bentuk `ibadah kepada selainNya. Rasulullah shollallahu `alaihi wa Sallam menegaskan hal ini dalam satu hadist :

من قال: لا إله إلا الله، وكفر بما يعبد من دون الله، حرم ماله ودمه وحسابه على الله

Artinya : barang siapa yang mengucapkan لا إله إلا الله dan mengikari peribadatan selain kepada Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa, maka diharamkan hartanya dan darahnya’’.[10]

Demikian tulisan ini kami sajikan kehadapan pembaca sekalian dan kami akhiri dengan :[11]

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت وأستغفرك وأتوب إليك

Rimbo Panjang – Markaz Ma`had Ta`zhiimus Sunnah As Salafiyah - 2 Muharram 1430 H / 31 Desember 2008 M.

Abul Mundzir/Al Ustadz Dzul Akmal Al Salafiy, Lc



[1] Lihat : “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan”, oleh Al `Allaamah As Syaikh `Abdurrahmaan As Sa`diy.

[2] “Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiir Kalaamil Mannaan”, oleh As Syaikh `Abdurrahmaan As Sa`diy.

[3] “Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiir Kalaamil Mannaan”, oleh As Syaikh `Abdurrahmaan As Sa`diy.

[4] NII, MMI dan HT merupakan golongan Khawarij (terorisme) yang ada dinegeri kita ini. Berkata As Syaikh `Abdus Salaam bin Saalim bin Raja` as Suhaimiy hafizhohullahu Ta`aala : “Sesungguhnya sejarah Islam dalam perbedaan masanya telah banyak menyaksikan bentuk bentuk kegoncangan dan fitnah-fitnah dari sebahagian orang-orang yang menisbahkan dirinya ke dalam Islam diantara orang yang sama sekali belum memahami praktek ma`na yang shohih tentang Islam, sesungguhnya diantara firqah yang sangat menonjol melakukan fitnah dan kemusykilan dikalangan kaum muslimin adalah : “Firqatul Khawaarij” , mereka adalah pemberontak-pemberontak kepada pemimpin kaum Muslimin pada masa itu yaitu `Utsman bin `Affaan radhiallahu `anhu, dan hasil dari pemberontakan mereka ialah terbunuhnya Amiril Mu`minin radhiallahu `anhu.

Kemudian di zaman Khilafah `Ali bin Abi Tholib radhiallahu `anhu bertambah lagi kejelekan mereka, mereka memberontak kepadanya dan mengkafirkan beliau, dan mengkafirkan para shohabat; karena para shohabat tidak menyetujui mereka dalam madzhab mereka, kemudian mereka menghukumi setiap orang yang menyelisihi mereka dalam madzhab mereka maka dia kafir, maka mereka mengkafirkan makhluq Allah Tabaaraka wa Ta`aala yang terbaik yaitu para shohabat Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam karena mereka tidak menyetujui mereka dalam kesesatan.

Dan madzhabul Khawaarij : Sesungguhnya mereka sama sekali tidak berpegang dengan As Sunnah dan Al Jamaa`ah, tidak mentha`ati pemimpin, bahkan mereka berpandangan memberontak kepada pemimpin itu merupakan ajaran ad Din (Agama)- kebalikan apa yang telah telah diperintahkan oleh Allah Ta`aala dalam perkataanNya dalam surat An Nisaa : 59.

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡ‌

59. “ Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”.

Maka menta`ati pemimpin muslim merupakan bahagian dari Ad Din, sedangkan Al Khawaarij tidak berpandangan demikian sebagaimana kita saksikan keadaan sebahagian para pendemonstran/pemberontak hari ini, Al Khawaarij berpendapat bolehnya memecah persatuan dan kesatuan kaum muslimin, meninggalkan keta`atan kepada pemimpin muslim, pelaku dosa besar kafir, pelaku dosa besar diantaranya adalah: pezina, pencuri, peminum khomar, pelaku riba, mereka berpandangan bahwa dia kafir, pada sa`at yang sama Ahlul Haq-Ahlus Sunnah wal Jamaa`ah- bahwa dia seorang muslim yang imannya berkurang, adapun penyebab yang menjerumuskan Al Khawaarij dalam masalah takfiir (pengkafiran) adalah tidak adanya fiqh (pemahaman yang benar) dalam Din ini disisi mereka; walaupun seandainya mereka sangat bersungguh-sungguh dalam `ibadah, sholat, puasa, membaca Al Quran, dan di sisi mereka juga ghirah yang sangat kuat, akan tetapi mereka tidak paham.

Kesalahan-kesalahan ini; dalam bentuk bersungguh-sungguh dalam `ibadat dan wara` harus dibarengi dengan kepahaman dalam Ad Din dan `ilmu, oleh karenanya Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam mensifatkan mereka kepada para shohabatnya bahwa para shohabat mencela sholat mereka atas sholat mereka, `ibadat mereka atas `ibadat mereka, kemudian beliau Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

"يمرقون من الدين كم يمرقون السهم من الرمية".

Artinya : “Mereka keluar dari Ad Din (Islam) sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya”. Dibarengi dengan `ibadat dan kebajikan mereka, tahajjud dan sholat malam mereka, akan tetapi tatkala kesungguhan mereka dalam ber`ibadah tidak didasari di atas dasar yang benar, dan juga tidak di atas `ilmu yang benar, maka jadilah mereka sesat dan jelek atas mereka dan atas ummat ini.- Lihat : “Lamhatun `anil Firaqid Dhoollah” oleh As Syaikh Al `Allaamah Sholih Al Fauzaan hal. 31-37.

Hadist ini dikeluarkan oleh : Al Bukhari dalam “Shohihnya” (3610), Muslim (1064), berkata al Imam Ahmad : “Telah shohih hadist tentang al Khawaarij dari sepuluh jalan”. Dan Al Imam Al Bukhaari telah mengeluarkan sekelompok darinya.

Diantara ciri ciri yang dikenal dengannya Al Khawaarij adalah mereka membunuh kaum muslimin sebagaimana mereka membunuh `Utsman bin `Affaan radhiallahu `anhu, mereka membunuh `Ali bin Abi Tholib, membunuh Az Zubeir bin Al `Awwam, membunuh shohabat-shohabat yang terbaik, dan senantiasa mereka memerangi kaum muslimin.

Berkata As Syaikh Al `Allaamah Sholih Al Fauzaan : “Dan diwajibkan atas kaum muslimin disetiap masa apabila terbukti keberadaan madzhab yang keji (madzhab Al Khawaarij) ini, hendaklah mereka (kaum muslimin) memperbaiki mereka terlebih dahulu dengan da`wah kepada Allah, menjelaskan tentang rusaknya madzhab mereka kepada manusia, kalau seandainya mereka tidak juga meninggalkan madzhab mereka yang keji tersebut maka perangilah mereka sebagai bentuk penolakan atas kejelekan mereka.” – “Lamhatun `anil Firaqd Dhollah”, hal. 37. Sungguh telah berkata As Syaikh Sholih Al Fauzaan hafidzhohullahu Ta`aala –menjelaskan tentang hakikat al Khawarij, dan menghilangkan kesamaran yang dihasilkan pada sebahagian pemahaman dari tidak mengkafirkan secara muthlaq, walaupun bagi yang berhaq.

Berkata beliau : “Saya berkata pada kesempatan ini: haqiqat Al Khawaarij bahwa mereka mengkafirkan kaum muslimin yang melakukan dosa besar selain dari syirik, sesungguhnya ditemukan dimasa sekarang orang-orang yang diithlaqkan kepadanya titel ini- Al Khawaarij- atas orang yang telah menghukum kekufuran atas orang yang memang berhaq atasnya dari kalangan ahlir Riddah (orang orang yang murtad), dan hal-hal yang membatalkan islam, seperti peng`ibadat kubur, para pengikut ajaran-ajaran yang menghancurkan seperti Al Ba`tsiyyah (sosialisme), Al `Ilmaniyyah (sekulerisme) dan selainnya, dan mereka mengatakan : Kalian mengkafirkan kaum muslimin maka kalian adalah Al Khawaarij; sebab mereka tidak mengetahui haqiqat Al Islam, dan tidak mengetahui hal-hal yang membatalkan Al Islam, mereka tidak mengetahui haqiqat madzhab Al Khawaarij bahwasanya madzhabnya adalah hukum pengkafiran atas orang orang yang tidak berhak untuk dikafirkan dikalangan muslimin, sesungguhnya menghukum kekufuran atas seseorang yang memang berhak untuk dikafirkan dengan bentuk melakukan satu pembatalan dari sekian pembatalan-pembatalan Al Islam inilah sebenarnya madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa`ah”. – Lihat : Fataawa al Aimmati fin Nawaazil al Mudlihimah hal. (240), dinukil dari kitab : “Adhwaau min Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah” oleh As Syaikh Sholih Al Fauzaan.

Berkata Sa`iid bin Jamhaan : saya mendatangi `Abdullah bin Abi Aufaa dan dia dalam keadaan buta, saya mengucapkan salam kepadanya, lalu berkata kepada saya : kamu siapa? Saya menjawab : saya Sa`iid bin Jamhaan, berkata beliau : apa yang telah dilakukan oleh bapak engkau? Saya menjawab : Al Azaariqoh (para pengikut Naafi` bin Al Azraq Al Khaaarijiy), dia berkata : “SemogaAllah Ta`aala telah mela`nat Al Azaariqoh! Semoga Allah Ta`aala mela`nat Al Azaariqoh! Telah menceritakan kepada kami Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam sesungguh mereka (Al Khawaarij) anjing-anjing neraka, berkata Sa`iid bin Jamhaan : saya bertanya : Al Azaariqoh saja atau Al Khawaarij seluruhnya?! Beliau menjawab : bahkan Al Khawaarij secara keseluruhannya, berkata Sa`iid : saya bertanya kembali : sesungguhnya sulthon telah menzholimi manusia dan melakukan kezholiman pada mereka. Berkata Sa`iid : lalu Abu Aufaa mengambil tangan saya sambil dia tekan dengan keras sekali kemudian beliau berkata : “kecelakaan bagi engkau ya Ibnu Jamhaan! Wajib bagi engkau bersama As Sawaadul A`zhoom, wajib bagi engkau bersama As Sawaadul A`zhom (kaum muslimin), kalau seandainya sulthon mendengar dari engkau maka kamu datangi dia dirumahnya dan khabarkan kepadanya apa yang telah kamu ketahui, kalau dia menerima dari engkau dan kalau tidak tinggalkan dia, sesungguhnya engkau tidaklah lebih mengetahui darinya.” Hadist ini diriwayatkan oleh al Imam Ahmad (4/382-383). Lihat kitab : “Mahlan Mahlan….. Ya ahlal Islam!” karya : Abul Haarist Naadir bin Sa`iid Alu Mubaarak, hal :67. Berkata Abul Haarist : Faidah-nukilan dari kitab : “Madaarikun Nazhor”, hal. 274- : “Telah meriwayatkan `Abdullah bin Ahmad-dengan sanadnya yang shohih- di “As Sunnah” (1509), sampai kepada Sa`iid bin Jamhaan bahwa dia mengatakan : “Khawaarij sering menda`wahi saya, hampir-hampir saya ikut sama mereka, maka saudara perempuan Abu Bilaal telah melihat dalam tidurnya bahwa Abu Bilaal anjing hitam yang sangat banyak bulunya, kedua matanya meneteskan air, berkata Sa`iid : bertanya saudara perempuannya kepadanya : demi bapak saya engkau ya Abu Bilaal! Kenapa keadaan kamu seperti ini? Abu Bilaal menjawab : kami dijadikan setelah kalian anjing-anjing neraka, dan Abu Bilaal merupakan salah seorang dari pimpinan khawaarij”.

(1)- Untuk mengetahui madzhabul Khawaarij, lihat : “Maqaalaatil Islamiyiin Wakhtilafil Musholliin” oleh Abul Hasan al Asy`ariy (1/167-207), dan “Al Farqu Bainal Firaq” oleh `Abdul Qaahir bin Thoohir bin Muhammad Al Baghdaadiy Al Isfraaiiniy At Tamiimiy, hal. (73-74), “Al Burhaan fi Ma`rifati `Aqaaidi Ahlil Adyaan” oleh Al Imam Abul Fadhl `Abbaas bin Manshuur At Tariiniy As Saksakiy Al Hanbaliy, hal. (17), “Al Milal wan Nihal” oleh Al Imam Abul Fath Muhammad bin `Abdul Kariim bin Abi Bakr Ahmad As Syahrastaaniy, (1/114) dan setelahnya, dan “Majmuu`ul Fataawa” oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyah (19/89) dan setelahnya.

Dan sesungguhnya As Syahrastaaniy telah memberikan difinisi tentang Al Khawaarij adalah : “Bahwa setiap orang yang memberontak kepada pemimpin yang haq yang telah disepakati oleh Al Jamaa`ah maka dia dinamakan Khaarijiy, apakah pemberontakan itu terjadi dizaman para shahabat terhadap Al A`immatur Raasyidiin atau kepada para pemimpin setelah zaman mereka dari kalangan At Taabi`iin telah mengikuti mereka dengan baik, dan kepada setiap pemimpin disetiap zaman.” – “Al Milal wan Nihal” (1/114).

[5] Lihat : “Majallah As Salafiyah”, no. 2 tahun 1417 H, hal. 17.

[6] Lihat : “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafasiir Kalaamil Mannaan”, oleh As Syaikh `Abdurrahmaan As Sa`diy.

[7] Lihat : “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan”, oleh As Syaikh `Abdurrahmaan As Sa`diy.

[8] “As Sa`diy” rahimahullahu Ta`aala.

[9] “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiir Kalaamil Mannaan, oleh as Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy.

[10] Hadist ini diriwayatkan oleh Al Imam Muslim (23) hadist Abi Maalik dari bapaknya.

[11] Lihat kitab : “Minhaajul Firqatin Naajiyah”, oleh As Syaikh Muhammad Jamiil Zainu.

Label:


[ Selengkapnya ]
Sikap dan Kewajiban Umat Islam terhadap Tragedi Palestina
14 Januari 2009 21.09
Oleh : Asy-Syaikh Muhammad bin 'Umar Bazmul hafidhahullah

Berikut penjelasan yang disampaikan oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmul hafizhahullah ketika beliau menjawab pertanyaan tentang apa sikap dan kewajiban kita terkait dengan peristiwa yang menimpa saudara-saudara kita di Ghaza - Palestina. Penjelasan ini beliau sampaikan pada hari Senin 9 Muharram 1430 H dalam salah satu pelajaran yang beliau sampaikan, yaitu pelajaran syarh kitab Fadhlul Islam. Semoga bermanfaat.

***********

Kewajiban terkait dengan peristiwa yang menimpa saudara-saudara kita kaum muslimin di Jalur Ghaza Palestina baru-baru ini adalah sebagai berikut :

Pertama :

Merasakan besarnya nilai kehormatan darah (jiwa) seorang muslim. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Majah (no. 3932) dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar berkata : Saya melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sedang berthawaf di Ka’bah seraya beliau berkata (kepada Ka’bah) :

مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ حُرْمَةً مِنْكِ مَالِهِ وَدَمِهِ

“Betapa bagusnya engkau (wahai Ka’bah), betapa wangi aromamu, betapa besar nilaimu dan besar kehormatanmu. Namun, demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin jauh lebih besar di sisi Allah dibanding engkau, baik kehormatan harta maupun darah (jiwa)nya.” [1])

Dalam riwayat At-Tirmidzi (no. 2032) dengan lafazh :

Dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam naik ke atas mimbar kemudian beliau berseru dengan suara yang sangat keras seraya berkata :

« يَا مَعْشَرَ مَنْ قَدْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ! لاَ تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ! وَلاَ تُعَيِّرُوهُمْ! وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ! فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِى جَوْفِ رَحْلِهِ »

“Wahai segenap orang-orang yang berislam dengan ucapan lisannya namun keimanannya tidak menyentuh qalbunya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian mencela mereka, dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka. Karena barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya muslim, maka pasti Allah akan terus mengikuti aibnya. Barangsiapa yang diikuti oleh Allah segala aibnya, maka pasti Allah akan membongkarnya walaupun dia (bersembunyi) di tengah rumahnya.”

Maka suatu ketika Ibnu ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma melihat kepada Ka’bah dengan mengatakan (kepada Ka’bah) : “Betapa besar kedudukanmu dan betapa besar kehormatanmu, namun seorang mukmin lebih besar kehormatannya di sisi Allah dibanding kamu.”

Al-Imam At-Tirmidzi berkata tentang kedudukan hadits tersebut : “Hadits yang hasan gharib.” Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi (no. 2032).

Seorang muslim apabila melihat darah kaum muslimin ditumpahkan, atau jiwa dibunuh, atau hati kaum muslimin diteror, maka tidak diragukan lagi pasti dia akan menjadikan ini sebagai perkara besar, karena terhormatnya darah kaum muslimin dan besarnya hak mereka.

Bagaimana menurutmu, kalau seandainya seorang muslim melihat ada orang yang hendak menghancurkan Ka’bah, ingin merobohkan dan mempermainkannya, maka betapa ia menjadikan hal ini sebagai perkara besar?!! Sementara Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan bahwa “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin jauh lebih besar di sisi Allah dibanding engkau (wahai Ka’bah), baik kehormatan harta maupun darah (jiwa)nya.”

Maka perkara pertama yang wajib atas kita adalah merasakan betapa besar nilai kehormatan darah kaum mukminin yang bersih, yang baik, dan sebagai pengikut sunnah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, yang senantiasa berjalan di atas bimbingan Islam. Kita katakan, bahwa darah (kaum mukminin) tersebut memiliki kehormatan yang besar dalam hati kita.

Kita tidak ridha -demi Allah- dengan ditumpahkannya darah seorang mukmin pun (apalagi lebih), walaupun setetes darah saja, tanpa alasan yang haq (dibenarkan oleh syari’at). Maka bagaimana dengan kebengisan dan peristiwa yang dilakukan oleh para ekstrimis, orang-orang yang zhalim, para penjajah negeri yang suci, bumi yang suci dan sekitarnya??! Innalillah wa inna ilaihi raji’un!!

Maka tidak boleh bagi seorang pun untuk tidak peduli dengan darah (kaum mukminin) tersebut, terkait dengan hak dan kehormatan (darah mukminin), kehormatan negeri tersebut, dan kehormatan setiap muslim di seluruh dunia, dari kezhaliman tangan orang kafir yang penuh dosa, durhaka, dan penuh kezhaliman seperti peristiwa (yang terjadi sekarang di Palestina) walaupun kezhaliman yang lebih ringan dari itu.

Kedua :

Wajib atas kita membela saudara-saudara kita. Pembelaan kita tersebut harus dilakukan dengan cara yang syar’i. Cara yang syar’i itu tersimpulkan sebagai berikut :
- Kita membela mereka dengan cara do’a untuk mereka. Kita do’akan mereka pada waktu sepertiga malam terakhir, kita do’akan mereka dalam sujud-sujud (kita), bahkan kita do’akan dalam qunut (nazilah) yang dilakukan pada waktu shalat jika memang diizinkan/diperintahkan oleh waliyyul amr (pemerintah).

Jangan heran dengan pernyataanku “dalam qunut nazilah yang dilakukan dalam shalat jika memang diizinkan/diperintahkan oleh waliyyul amr.” Karena umat Islam telah melalui berbagai musibah yang dahsyat pada zaman shahabat Nabi, namun tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa para shahabat melakukan qunut nazilah selama mereka tidak diperintah oleh pimpinan (kaum muslimin).

Oleh karena itu aku katakan : Kita membantu saudara-saudara kita dengan do’a pada waktu-waktu sepertiga malam terakhir, kita bantu saudara-saudara kita dengan do’a dalam sujud, kita membantu saudara-saudara kita dengan do’a saat-saat kita berdzikir dan menghadap Allah agar Allah menolong kaum muslimin yang lemah.

………….

Semoga Allah membebaskan kaum muslimin dari cengkraman tangan-tangan zhalim, dan mengokohkan mereka (kaum muslimin) dengan ucapan (aqidah) yang haq, serta menolong mereka terhadap musuh kita, musuh mereka, musuh Allah, dan musuh kaum mukminin.

Ketiga dan Keempat, terkait dengan sikap kita terhadap peristiwa Ghaza :

Kita harus waspada terhadap orang-orang yang memancing di air keruh, menyeru dengan seruan-seruan yang penuh emosional atau seruan yang ditegakkan di atas perasaan (jauh dari bimbingan ilmu dan sikap ilmiah), yang justru membuat kita terjatuh pada masalah yang makin besar.

Kalian tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berada di Makkah, berada dalam periode Makkah, ketika itu beliau mengetahui bahwa orang-orang kafir terus menimpakan siksaan yang keras terhadap kaum muslimin. Sampai-sampai kaum muslimin ketika itu meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam agar menginzinkan mereka berperang. Ternyata Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hanya mengizinkan sebagian mereka untuk berhijrah (meninggalkan tanah suci Makkah menuju ke negeri Habasyah), namun sebagian lainnya (tidak beliau izinkan) sehingga mereka terus minta izin dari Rasulullah untuk berperang dan berjihad.

Dari shahabat Khabbab bin Al-Arat Radhiyallahu ‘anhu :

شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ، قُلْنَا لَهُ : أَلاَ تَسْتَنْصِرُ لَنَا أَلا تَدْعُو اللهَ لَنَا؟ قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ فِي الأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهِ فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَاللهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لاَ يَخَافُ إِلاَّ اللهَ أَوْ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ”

Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika beliau sedang berbantalkan burdahnya di bawah Ka’bah –di mana saat itu kami telah mendapatkan siksaan dari kaum musyrikin–. Kami berkata kepada beliau : “Wahai Rasulullah, mintakanlah pertolongan (dari Allah) untuk kama? berdo’alah (wahai Rasulullah) kepada Allah untuk kami?”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam [2]) : “Bahwa dulu seseorang dari kalangan umat sebelum kalian, ada yang digalikan lubang untuknya kemudian ia dimasukkan ke lubang tersebut. Ada juga yang didatangkan padanya gergaji, kemudian gergaji tersebut diletakkan di atas kepalanya lalu ia digergaji sehingga badannya terbelah jadi dua, akan tetapi perlakuan itu tidaklah menyebabkan mereka berpaling dari agamanya. Ada juga yang disisir dengan sisir besi, sehingga berpisahlah tulang dan dagingnya, akan tetapi perlakuan itu pun tidaklah menyebabkan mereka berpaling dari agamanya. Demi Allah, Allah akan menyempurnakan urusan ini (Islam), hingga (akan ada) seorang pengendara yang berjalan menempuh perjalanan dari Shan’a ke Hadramaut, dia tidak takut kecuali hanya kepada Allah atau (dia hanya khawatir terhadap) srigala (yang akan menerkam) kambingnya. Akan tetapi kalian tergesa-gesa.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 3612, 3852, 6941).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terus berada dalam kondisi ini dalam periode Makkah selama 13 tahun. Ketika beliau berada di Madinah, setelah berjalan selama 2 tahun turunlah ayat :

﴿أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ﴾ (الحج: 39 )

Telah diizinkan bagi orang-orang yang diperangi karena mereka telah dizhalimi. Sesungguhnya Allah untuk menolong mereka adalah sangat mampu.” [Al-Haj : 39]

Maka ini merupakan izin bagi mereka untuk berperang.

Kemudian setelah itu turun lagi ayat :
﴿وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾ ( البقرة:190)

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [Al-Baqarah : 190]

Kemudian setelah itu turun ayat :

﴿فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ﴾ (التوبة: من الآية12)

Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti. [At-Taubah : 12]

﴿قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ﴾ (التوبة: من الآية29)

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada Hari Akhir” [At-Taubah : 29]

Yakni bisa kita katakan, bahwa perintah langsung untuk berjihad turun setelah 16 atau 17 tahun berlalunya awal risalah. Jika masa dakwah Rasulullah adalah 23 tahun, berarti 17 tahun adalah perintah untuk bersabar. Maka kenapa kita sekarang terburu-buru??!

Kalau ada yang mengatakan : Ya Akhi, mereka (Yahudi) telah mengepung kita! Ya Akhi mereka (Yahudi) telah menzhalimi kita di Ghaza!!

Maka jawabannya : Bersabarlah, janganlah kalian terburu-buru dan janganlah kalian malah memperumit masalah. Janganlah kalian mengalihkan permasalahan dari kewajiban bersabar dan menahan diri kepada sikap perlawanan ditumpahkan padanya darah (kaum muslimin).

Wahai saudara-saudaraku, hingga pada jam berangkatnya aku untuk mengajar jumlah korban terbunuh sudah mencapai 537 orang, dan korban luka 2.500 orang. Apa ini?!!

Bagaimana kalian menganggap enteng perkara ini? Mana kesabaran kalian? Mana sikap menahan diri kalian? Sebagaimana jihad itu ibadah, maka sabar pun juga merupakan ibadah. Bahkan tentang sabar ini Allah berfirman :

﴿إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ﴾

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” [Az-Zumar : 10]

Jadi sabar merupakan ibadah. Kita beribadah kepada Allah dengan amalan kesabaran.

Kenapa kalian mengalihkan umat dari kondisi sabar menghadapi kepungan musuh kepada perlawanan dan penumpahan darah?

Kenapa kalian menjadikan warga yang aman, yang tidak memiliki keahlian berperang, baik terkait dengan urusan-urusan maupun prinsip-prinsip perang, kalian menjadikan mereka sasaran penyerbuan tersebut, sasaran serangan tersebut, dan sasaran pukulan tersebut, sementara kalian sendiri malah keluar menuju Beirut dan Libanon??! Kalian telah menimpakan bencana terhadap umat sementara kalian sendiri malah keluar (dari Palestina)??!

Oleh karena itu saya katakan : Janganlah seorang pun menggiring kita dengan perasaan atau emosi kepada membalik realita.

Kami mengatakan : bahwa wajib atas kita untuk bersabar dan menahan diri serta tidak tidak terburu-buru. Sabar adalah ibadah. Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabar dengan kesabaran yang panjang atas kezhaliman Quraisy dan atas kezhaliman orang-orang kafir. Kaum muslimin yang bersama beliau juga bersabar. Apabila dakwah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam selama 23 tahun, sementara 17 tahun di antaranya Rasulullah bersabar (terhadap kekejaman/kebengisan kaum musyrikin) maka kenapa kita melupakan sisi kesabaran?? Dua atau tiga tahu mereka dikepung/diboikot! Kita bersabar dan jangan menimpakan kepada umat musibah, pembunuhan, kesusahan, dan kesulitan tersebut. Janganlah kita terburu beralih kepada aksi militer!!

Wahai saudaraku, takutlah kepada Allah! Apabila Rasulullah merasa iba kepada umatnya dalam masalah shalat, padahal itu merupakan rukun Islam yang kedua, beliau mengatakan (kepada Mu’adz) : “Apakah engkau hendak menjadi tukang fitnah wahai Mu’adz?!!” karena Mu’adz telah membaca surat terlalu panjang dalam shalat. Maka bagaimana menurutmu terhadap orang-orang yang hanya karena perasaan dan emosinya yang meluap menyeret umat kepada penumpahan darah dan aksi perlawanan yang mereka tidak memiliki kemampuan, bahkan walaupun sepersepuluh saja mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan. Bukankah tepat kalau kita katakan (pada mereka) : Apakah kalian hendak menimpakan musibah kepada umat dengan aksi perlawanan ini yang sebenarnya mereka sendiri tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan tersebut!

Tidak ingatkah kita ketika kaum kuffar dari kalangan Quraisy dan Yahudi berupaya mencabik-cabik Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dalam perang Ahzab, setelah adanya pengepungan (terhadap Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya) yang berlangsung selama satu bulan, lalu sikap apa yang Rasulullah lakukan? Yaitu beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam mengutus kepada qabilah Ghathafan seraya berkata kepada mereka : “Saya akan memberikan kepada kalian separoh dari hasil perkebunan kurma di Madinah agar mereka (qabilah Ghathafan) tidak membantu orang-orang kafir dalam memerangi kami.”

Kemudian beliau mengutus kepada para pimpinan Anshar, maka mereka pun datang (kepada beliau). Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menyampaikan kepada mereka bahwa beliau telah mengambil kebijakan begini dan begini, kemudian beliau berkata : “Kalian telah melihat apa yang telah menimpa umat berupa kegentingan dan kesulitan?”

Perhatikan, bukanlah keletihan dan kesulitan yang menimpa umat sebagai perkara yang enteng bagi beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam tidak rela memimpin mereka untuk melakukan perlawanan militer dalam keadaan mereka tidak memiliki daya dan kemampuan, sehingga dengan itu beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam menerima dari shahabat Salman Al-Farisi ide untuk membuat parit (dalam rangka menghalangi kekuatan/serangan musuh).

Demikianlah (cara perjuangan Rasulullah), padahal beliau adalah seorang Rasul Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan bersama beliau para shahabatnya. Apakah kita lebih kuat imannya dibanding Rasulullah?! Apakah kita lebih kuat agamanya dibanding Rasulullah??! Apakah kita lebih besar kecintaannya terhadap Allah dan agama-Nya dibanding Rasulullah dan para shahabatnya??!

Tentu tidak wahai saudaraku.

Sekali lagi Rasulullah tidak memaksakan (kepada para shahabatnya) untuk melakukan perlawanan (terhadap orang kafir). Bukan perkara yang ringan bagi beliau ketika kesulitan yang menimpa umat sudah sedemikian parah. Sehingga terpaksa beliau mengutus kepada qabilah Ghathafan untuk memberikan kepada mereka separo dari hasil perkebunan kurma Madinah (agar mereka tidak membantu kaum kafir menyerang Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya). Namun Allah kuatkan hati dua pimpinan Anshar, keduanya berkata : ‘Wahai Rasulullah, mereka tidak memakan kurma tersebut dari kami pada masa Jahiliyyah, maka apakah mereka akan memakannya dari kami pada masa Islam? Tidak wahai Rasulullah. Kami akan tetap bersabar.’

Mereka (Anshar) tidak mengatakan : Kami akan tetap berperang. Namun mereka berkata : Kami akan bersabar. Maka tatkala mereka benar-benar bersabar, setia mengikuti Rasulullah, dan ridha, datanglah kepada mereka pertolongan dari arah yang tidak mereka sangka. Datanglah pertolongan dari sisi Allah, datanglah hujan dan angin, dan seterusnya. Bacalah peristiwa ini dalam kitab-kitab sirah, pada (pembahasan) tentang peristiwa perang Ahzab.

Maka, permasalahan yang aku ingatkan adalah : Janganlah ada seorangpun yang menyeret kalian hanya dengan perasaan dan emosinya, maka dia akan membalik realita yang sebenarnya kepada kalian.

Aku mendengar sebagai orang mengatakan, bahwa “Penyelesaian permasalahan yang terjadi adalah dengan jihad, dan seruan untuk berjihad!”

Tentu saya tidak mengingkari jihad, namun apabila yang dimaksud adalah jihad yang syar’i

Sementara jihad yang syar’i memilliki syarat-syarat, dan syarat-syarat tersebut belum terpenuhi pada kita sekarang ini. Kita belum memenuhi syarat-syarat terlaksananya jihad syar’i pada hari ini. Sekarang kita tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan. Allah tidak membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.

Apabila Sayyiduna ‘Isa u pada akhir zaman nanti akan berhukum dengan syari’at Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam, ‘Isa adalah seorang nabi dan bersamanya kaum mukminin, namun Allah mewahyukan kepadanya : ‘Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur karena sesungguhnya Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak mampu melawannya.’ Siapakah kaum tersebut? Mereka adalah Ya`juj dan Ma`juj.

Perampasan yang dilakukan oleh Ya’juj dan Ma’juj -mereka termasuk keturunan Adam (yakni manusia)- terhadap kawasan Syam dan sekitarnya seperti perampasan yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan ahlul batil terhadap salah satu kawasan dari kawasan-kawasan (negeri-negeri) Islam. Maka jihad melawan mereka adalah termasuk jihad difa’ (defensif : membela diri). Meskipun demikian ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada ‘Isa ‘alaihissalam - beliau ketika itu berhukum dengan syari’at Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam - : “Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur. Karena sesungguhnya Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak akan mampu melawannya.’

Allah tidak mengatakan kepada mereka : “Berangkatlah melakukan perlawanan terhadap mereka.” Allah tidak mengatakan kepada : “Bagaimana kalian membiarkan mereka mengusai negeri dan umat?” Tidak. Tapi Allah mengatakan : “Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur. Karena sesungguhnya Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak akan mampu melawannya.” Inilah hukum Allah.

Jadi, meskipun jihad difa’ tetap kita harus melihat pada kemampuan. Kalau seandainya masalahnya adalah harus melawan dalam situasi dan kondisi apapun, maka apa gunanya Islam mensyari’atkan bolehnya perdamaian dan gencatan senjata antara kita dengan orang-orang kafir? Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :

وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا [الأنفال/61]

“Jika mereka (orang-orang kafir) condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya (terimalah ajakan perdamaian tersebut).” [Al-Anfal : 61]

Apa makna itu semua?

Oleh karena itu Samahatusy Syaikh Bin Baz Rahimahullah menfatwakan bolehnya berdamai dengan Yahudi, meskipun mereka telah merampas sebagian tanah Palestina, dalam rangka menjaga darah kaum muslimin, menjaga jiwa mereka, dengan tetap diiringi mempersiapkan diri sebagai kewajiban menyiapkan kekuatan untuk berjihad. Persiapan kekuatan untuk berjihad dimulai pertama kali dengan persiapan maknawi imani (yakni mempersiapkan kekuatan iman), baru kemudian persiapan materi.

Maka kami tegaskan bahwa :

Kewajiban kita terhadap tragedi besar yang menimpa kaum muslimin (di Palestina) dan negeri-negeri lainnya :
- Bahwa kita membantu mereka dengan do’a untuk mereka, dengan cara yang telah aku jelaskan di atas.
- Kita menjadikan masalah darah kaum muslimin sebagai perkara besar, kita tidak boleh mengentengkan perkara ini. Kita menyadari bahwa ini merupakan perkara besar yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya serta kaum muslimin.
- Kita waspada agar jangan sampai ada seorangpun yang menyeret kita hanya dengan perasaan dan emosi kepada perkara-perkara yang bertentangan dengan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Kita mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah dengan cara mengingatkan diri kita dan saudara-saudara kita tentang masalah sabar. Allah telah berfirman : “Bersabarlah sebagaimana kesabaran para ulul ‘azmi dari kalangan para rasul.” [Al-Ahqaf : 35] Karena sesungguhnya sikap sabar merupakan sebuah siasat yang bijaksana dan terpuji dalam situasi dan kondisi seperti sekarang. Sabar merupakan obat. Dengan kesabaran dan ketenangan serta tidak terburu-buru insya Allah problem akan terselesaikan. Kita memohon kepada Allah pertolongan dan taufiq. Adapun mengajak umat pada perkara-perkara yang berbahaya maka ini bertentangan dengan syari’at Allah dan bertentangan dengan agama Allah.

Kelima :

Memberikan bantuan materi yang disalurkan melalui lembaga-lembaga resmi, yaitu melalui jalur pemerintah. Selama pemerintah membuka pintu (penyaluran) bantuan materi dan sumbangan maka pemerintah lebih berhak didengar dan ditaati. Setiap orang yang mampu untuk menyumbang maka hendaknya dia menyumbang. Barangsiapa yang lapang jiwanya untuk membantu maka hendaknya dia membantu. Namun janganlah menyalurkan harta dan bantuan tersebut kecuali melalui jalur resmi sehingga lebih terjamin insya Allah akan sampai ke sasarannya. Jangan tertipu dengan nama besar apapun, jika itu bukan jalur yang resmi yang bisa dipertanggungjawabkan. Janganlah memberikan bantuan dan sumbanganmu kecuali pada jalur resmi.

Inilah secara ringkas kewajiban kita terhadap tragedi yang menimpa saudara-saudara di Ghaza. Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menolong dan mengokohkan mereka serta memenangkan mereka atas musuh-musuh kita dan musuh-musuh mereka (saudara-saudara kita yang di Palestina), serta menghilangkan dari mereka (malapetaka tersebut). Kita memohon agar Dia menunjukkan keajaiban-keajaiban Qudrah-Nya atas para penjajah, para penindas, dan para perampas yang zhalim dan penganiaya tersebut.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

(Dikutip dari tulisan asli berjudul "SIKAP DAN KEWAJIBAN UMAT ISLAM TERHADAP TRAGEDI PALESTINA", diterjemahkan dari nasihat Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmul hafizhahullah. URL Sumber http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=51)

Footnote :
[1] Semula Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan hadits ini, sehingga beliau pun meletakkannya dalam Dha’if Sunan Ibni Majah dan Dha’if Al-Jami’. Namun kemudian beliau rujuk dari pendapat tersebut. Beliau menshahihkan hadits tersebut dan memasukkannya dalam Ash-Shahihah no. 3420. beliau rahimahullah mengatakan :

هذا؛ وقد كنت ضعفت حديث ابن ماجه هذا في بعض تخريجاتي وتعليقاتي قبل أن يطبع (( شعب الإيمان ))، فلما وقفت على إسناده فيه، وتبينت حسنه، بادرت إلى تخريجه هنا تبرئة للذمة، ونصحا للأمة داعيا ( ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا )، وبناء عليه؛ ينقل الحديث من ( ضعيف الجامع الصغير ) و ( ضعيف سنن ابن ماجه ) إلى ( صحيحيهما ).

[2] Dalam riwayat Al-Bukhari lainnya dengan lafazh disebutkan bahwa : Maka beliau langsung duduk dengan wajah memerah seraya bersabda : … .

Sumber Artikel:
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1386, judul asli "Sikap & Kewajiban Ummat Islam atas Tragedi Palestina"

Label:


[ Selengkapnya ]
.: Saat ini ada pengunjung online :.
Penunjuk Waktu
Streaming Radio

Mutiara Salaf

 

 

 

 

 

 

Ushul As-Sunnah menurut kita adalah :

“Berpegang teguh kepada perkara yang dahulu diamalkan oleh para Shahabat Rasulullah Shallallahu 'laihi wa sallam dan meneladani mereka, meninggalkan bid'ah karena semua bentuk bid'ah adalah sesat, meninggalkan perdebatan dan duduk-duduk bersama pengikut hawa nafsu serta meninggalkan pertengkaran, perdebatan dan berbantah-bantahan dalam Dien" ( Ushul As-Sunnah Imam Ahmad Rahimahullahu)

 

 

 

 

 

 

 

Ibnu Mas’ud Radliyallahu 'Anhu berkata :

“Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah! Sebab sungguh itu telah cukup bagi kalian. Dan (ketahuilah) bahwa setiap bid’ah adalah sesat.” (Syarh Ushul I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah Al-Laalikai)

 

 

 

 

 

 

 

Ibnu Mas’ud Radliyallahu 'Anhu berkata :

“Sederhana dalam As Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Syarh Ushul I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah Al-Laalikai)

 

 

 

 

 

 

 

Al Auza’i Rahimahullahu Ta'ala berkata :

“Berpeganglah dengan atsar Salafus Shalih meskipun seluruh manusia menolakmu dan jauhilah pendapatnya orang-orang (selain mereka) meskipun mereka menghiasi perkataannya terhadapmu.” (Asy syari’ah 63)

 

 

 

 

 

 

 

Statistik
Temukan Artikel
Ta'zhimus-Sunnah Duri © 1428 H/2007 Powered by Blogger | Template by Free Templates | Free Domain | Freedomain co.cc

CO.CC:Free Domain