Indonesia
Arabic
Lainnya
Pengunjung
Kunjungi Website Baru Kami http://tazhimussunnah.com
بـــسم الله الرحمن الرحــــيم
Al Qur'an Bukan untuk Orang Mati
06 April 2008 20.52
Oleh : Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy

Para pembaca sekalian rahimakumullahu Ta`aala pada kesempatan ini kami akan mencoba menyajikan satu topik yang sangat hangat untuk dikaji dan ditela`ah, apa lagi di hari dan zaman kita ini yang sudah sangat jauh dari zaman kenabian dan zaman orang-orang yang terbaik dari kalangan ummat ini–generasi terbaik yang sudah direkomendasi oleh Allah Tabaaraka wa Ta`aala dan Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam sebagai manusia yang paling selamat dan sebagai ahlul JannahNya Jalla wa `Alaa.

Topik yang kami sajikan ini “al Quraan bukan untuk orang mati” sengaja kami pilih dikarenakan sangat banyaknya `amalan-`amalan yang beredar dan di`amalkan di masyarakat yang sama sekali tidak ada dasar dan sumber pengambilannya. Kesemua itu hanya didasari atas perasaan, al istihsaan (menganggap baik)nya `amalan tersebut, fatwa-fatwa dari para da`ii yang jaahil atau karena `amalan itu sudah merupakan turun temurun di`amalkan oleh kakek dan nenek moyang mereka.

Berkata al Imam al Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin `Abdul Wahhaab rahimahullahu Ta`aala :
“Sesungguhnya Din (Agama) mereka dibangun di atas dasar: yang paling terbesar adalah at taqliid (fanatisme), ini merupakan qoidah yang terbesar bagi seluruh orang orang kafir, dari awal dahulu sampai hari ini[1], sebagaimana Allah Tabaaraka wa Ta`aala berfirman :
((وكذلك ما أرسلنا من قبلك في قرية من نذير إلا قال مترفوها إنا وجدنا ءابآءنا على أمة وإنا على ءاثارهم مقتدون)). الزخرف (23).

Artinya : “Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata : “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu ajaran (agama) dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. [Az Zukhruf : 23].

Berkata asy Syaikh Sholih al Fauzaan hafizhohullahu Ta`aala : “Diantara bentuk karekteristik jahiliyyah adalah : bahwasanya mereka tidak membangun din mereka di atas apa yang dibawa oleh para Rasul `alaihimus Sholaatu was Salaam, hanyasanya mereka bangun din mereka di atas dasar-dasar yang mereka buat sendiri, mereka tidak menerima perobahan darinya, diantaranya : at taqliid (fanatisme), dengan bentuk sebahagian mereka fanatisme atas sebahagian lainnya, walaupun seandainya seseorang yang akan difanatiki itu tidak pantas untuk dijadikan sebagai qudwah (uswah), sebagaimana yang difirmankan Allah Jalla wa `Alaa ayat di atas.

Yang dimaksud dengan perkataan Allah Subhaana wa Ta`aala :
((مترفوها))
Mereka ialah orang orang yang memiliki kemewahan dan harta pada umumnya, sesungguhnya merekalah pengikut kejelekan dan tidak mau menerima kebenaran, berbeda dengan orang-orang yang lemah dan fuqara, kebanyakan dari kalangan mereka ini memiliki sifat tawaadhu` dan menerima kebenaran. Orang yang memiliki kemewahan merekalah yang mempunyai kedudukan dan harta, dimana mereka ini berkata : “Sesungguhnya kami telah mendapatkan bapak-bapak kami menganut satu agama (ajaran)”, maksudnya : berada di atas satu agama atau din, dan kami sesungguhnya mengikuti mereka di atas din mereka tersebut, ma`nanya : kami tidak berhajat kepada engkau hai para Rasul,- mereka menda`wakan bahwa hal ini sudah mencukupi mereka dari mengikuti para Rasul `alaihimus Sholaatu was Salaam, maka inilah yang dikatakan fanatisme membabi-buta, dan ini merupakan bentuk perbuatan orang-orang jahiliyyah.[2]

Demikian juga kita saksikan kebanyakan masyarakat pada hari ini, kalau ada seorang da`ii menjelaskan kepada mereka tentang apa itu as Sunnah[3] dan apa itu al bid`ah, apa ganjaran bagi seseorang yang mengikuti as Sunnah (cara/methode) Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam dalam ber`amal di dunia dan di akhirat, dan apa akibat dan efek dari seseorang yang mengamalkan `amalan bid`ah baik di dunia atau diakhirat;

Berkata Allah Ta`aala :
((وإذا قيل لهم اتبعوا ما أنزل الله قالوا بل نتبع ما وجدنا عليه ءابآءنا أولو كان الشيطان يدعوهم إلى عذاب السعير)). لقمان (21).

Artinya : “Dan apabila dikatakan kepada mereka : “Ikutilah apa yang diturunkan Allah”. Mereka menjawab : “Tidak, tapi kami hanya mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka akan mengikuti bapak-bapak mereka, walaupun syaithon itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala nyala (neraka)?. [Luqman : 21]

Allah Tabaaraka wa Ta`aala berfirman :
((اتبعوا ما أنزل إليكم من ربكم ولا تتبعوا من دونه أولياء قليلا ما تذكرون)). الأعراف : 3.

Artinya : “Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain Nya. Amat sedikit kalian mengambil pelajaran dari padanya.” [Al-A`raaf : 3].
------------------------------------
[1] Lihat : “Syarh Masaailul Jaahiliyyah”, Syaikhul Islam Muhammad bin `Abdul Wahhaab, hal. 55, disyarahkan oleh as Syaikh Sholih al Fauzaan.

[2] Lihat : “Syarh Masaailul Jahiliyyah”, hal. (55-56).

[3] Pengertian “as Sunnah” secara etimologi bahasa :

“As Sunnah” secara bahasa adalah : “at Thoriiqoh” (jalan) dan “as Siirah” (methode perjalanan) – baik dalam bentuk yang baik atau jelek. (“Lisaanul `Arab” (13/225), oleh Ibnul Manzhuur, “an Nihaayah fii Ghoriibil Hadist” (2/409), oleh al Imam Ibnul Atsiir), dan apabila dikatakan secara muthlaq (umum) yang dimaksud “as Sunnah” disini ialah: “Apa yang telah diperintahkan oleh an Nabiy Shollallahu `alaihi wa Sallam dan dilarang olehnya, dan menganjurkan kepadanya baik dalam bentuk perkataan dan `amalan (perbuatan), dari apa-apa yang tidak dibicarakan oleh al Kitabul `Aziiz. Oleh karena itu dikatakan dalam pendalilan as Syar`i (syari`at) al Kitab dan as Sunnah, maksudnya al Quraan dan al Hadist. (an Nihaayah).

Sebagaimana dijelaskan dalam satu hadist dari jalan al Mundzir bin Jariir dari bapaknya berkata beliau: Berkata Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam :
"من سن في الإسلام سنة حسنة، فله أجرها، وأجر من عمل بها بعده. من غير أن ينقص من أجورهم شىء. ومن سن في الإسلام سنة سيئة، كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده. من غير أن ينقص من أوزارهم شيء".

Artinya : “Barang siapa yang mengamalkan di dalam al Islam satu sunnah (`amalan) yang baik, baginya ada ganjaran dan ganjaran orang yang mengamalkan setelah dia. Tanpa dikurangi dari ganjaran-ganjaran mereka sedikitpun. Dan sebaliknya barang siapa yang mencontohkan satu `amalan yang jelek dalam al Islam, maka adalah baginya satu dosa dan dosa orang-orang yang mengamalkan setelah dia. Tanpa dikurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.”

Hadist ini dikeluarkan oleh al Imam Muslim (2/704-705 no.1017), an Nasaaiiy (5/79-80 no.2553), at Tirmidziy (5/42-43 no. 2675), berkata Abu `Iisa : Hadist ini hasanun shohihun. Sungguh telah diriwayatkan bukan hanya dari satu jalan dari Jariir bin `Abdullah dari an Nabiy Shollallahu `alaihi wa Sallam semisal ini.

Dan sesungguhnya telah diriwayatkan hadist ini dari jalan al Mundzir bin Jariir bin `Abdullah dari bapaknya dari an Nabiy Shollallahu `alaihi wa Sallam.

Sungguh telah diriwayatkan juga dari `Ubeidillah bin Jariir dari bapaknya dari an Nabiy Shollallahu `alaihi wa Sallam.

Ibnu Maajah (1/74 no.203), Ahmad di “al Musnad” (4/357-360), at Thohaawiy di “Syarh Musykilil Aatsaar” (1/229 no. 248), al Baghawiy di “Syarhus Sunnah” (3/416 no.1655), at Thobbaraaniy di “al Mu`jamul Ausath” (no. 2656 dari jalan Abi Hurairah, no. 3693 dari jalan Abu `Ubeidah bin Hudzeifah, no. 8946 dari jalan Jariir bin `Abdullahi al Bajaliy radhiallahu `anhum).

Pengertian “as Sunnah” secara ishtilah (syar`iy) :

Berkata al Imam Ibnu Rajab : “as Sunnah adalah jalan yang dilalui, maka mencakup pada demikian berpegang teguh dengan apa dilalui oleh Rasul Shollallahi `alaihi wa Sallam dan para Khulafa`nya ar Raasyidiin di atas petunjuk dalam bentuk i`tiqad dan `amalan dan perkataan, inilah yang dikatakan as Sunnah yang sempurna, oleh karena itu as Salaf (kaum salaf) dahulu tidak memuthlaqkan as Sunnah kecuali atas apa apa yang mencakup pada demikian seluruhnya.” Diriwayatkan juga makna seperti ini dari al Imam al Hasan al Bashriy, al Auza`iy dan al Fudheil ibnu `Iyaadh. (“Iiqozhul Himamil Muntaqo min Jaami`il `Uluumil Hikam”, karya al Imam Ibnu Rajab, ditahqiiq oleh asy Syaikh Saalim bin `iid al Hilaaliy).

Sebagaimana yang dijelaskan dalam satu hadist dari Abu Najiih al `Irbaadh bin Saariyah radhiallahu `anhu berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : "فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، عضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل بدعة ضلالة".

Artinya : berkata Rasulullahi Shollallahi `alaihi wa Sallam : “Diwajibkan atas kalian untuk mengikuti sunnah (methode) saya dan sunnah para khalifah saya yang telah berada di atas petunjuk setelah saya, kalian gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian, dan tinggalkan oleh kalian setiap perbuatan yang diada adakan, sesungguhnya setiap bid`ah adalah menyesatkan”.

Sumber : Buletin Jum'at Ta'zhim As-Sunnah Edisi 16 Safar 1429 H

Label: ,

.: Saat ini ada pengunjung online :.
Penunjuk Waktu
Streaming Radio

Mutiara Salaf

 

 

 

 

 

 

Ushul As-Sunnah menurut kita adalah :

“Berpegang teguh kepada perkara yang dahulu diamalkan oleh para Shahabat Rasulullah Shallallahu 'laihi wa sallam dan meneladani mereka, meninggalkan bid'ah karena semua bentuk bid'ah adalah sesat, meninggalkan perdebatan dan duduk-duduk bersama pengikut hawa nafsu serta meninggalkan pertengkaran, perdebatan dan berbantah-bantahan dalam Dien" ( Ushul As-Sunnah Imam Ahmad Rahimahullahu)

 

 

 

 

 

 

 

Ibnu Mas’ud Radliyallahu 'Anhu berkata :

“Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah! Sebab sungguh itu telah cukup bagi kalian. Dan (ketahuilah) bahwa setiap bid’ah adalah sesat.” (Syarh Ushul I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah Al-Laalikai)

 

 

 

 

 

 

 

Ibnu Mas’ud Radliyallahu 'Anhu berkata :

“Sederhana dalam As Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Syarh Ushul I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah Al-Laalikai)

 

 

 

 

 

 

 

Al Auza’i Rahimahullahu Ta'ala berkata :

“Berpeganglah dengan atsar Salafus Shalih meskipun seluruh manusia menolakmu dan jauhilah pendapatnya orang-orang (selain mereka) meskipun mereka menghiasi perkataannya terhadapmu.” (Asy syari’ah 63)

 

 

 

 

 

 

 

Statistik
Temukan Artikel
Ta'zhimus-Sunnah Duri © 1428 H/2007 Powered by Blogger | Template by Free Templates | Free Domain | Freedomain co.cc

CO.CC:Free Domain