Indonesia
Arabic
Lainnya
Pengunjung
Kunjungi Website Baru Kami http://tazhimussunnah.com
بـــسم الله الرحمن الرحــــيم
Sebab-sebab Terjadinya Musibah dan Cara Mengatasinya (Bag. 2)
19 Januari 2008 10.16
Oleh : Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy

Al Quran juga menjelaskan keadaan orang-orang musyrik yang berdo’a kepada Allah dengan meng Esakan-Nya saat mereka ditimpa musibah dan kesempitan, namun ketika Allah Jalla dzikruHu menyelamatkan mereka dari musibah dan kesempitan tersebut, mereka kembali lagi kepada perbuatan-perbuatan syirik mereka, dan berdo`a kepada selain Allah Tabaaraka wa Ta`aala diwaktu senang dan lapang; sedangkan diwaktu sempit mereka betul-betul meng-ikhlashkan seluruh bentuk per`ibadatan mereka kepada Allah `Azza wa Jalla. Allah Tabaaraka wa Ta`aala berfirman:

فَإِذَا رَكِبُواْ فِي الْفُلْكِ دَعَوُاْ اللّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدّينَ فَلَمّا نَجّاهُمْ إِلَى الْبَرّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُون)). العنكبوت : (65). ((
Artinya : “Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo`a kepada Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya; maka tatkkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan Allah.” (QS. Al ’Ankabut : 65).

Berkata asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy rahimahullahu Ta`aala ketika menafsirkan ayat ini : “Kemudian melazimkan Allah Ta`aala, terhadap orang orang musyrik keikhlashan mereka kepada Allah, dalam situasi sangat terdesak, tatkala mereka menaiki kapal di lautan, gelombangnya mulai saling berbenturan sama lain, timbul rasa takut mereka untuk binasa, maka ketika itulah mereka meninggalkan seluruh sekutu-sekutu mereka, lantas mereka mengikhlashkan do`a semata-mata hanya kepada Allah saja tidak ada sekutu baginya. Seketika hilang rasa kesusahan, dan selamat orang-orang yang mengikhlashkan do`a bagi-Nya ke daratan, lalu mereka kembali melakukan kesyirikan dengan meng`ibadati yang sama sekali tidak menyelamatkan mereka dari kesusahan, dan tidak sanggup menghilangkan dari mereka kesempitan.

Kenapa mereka tidak meng-ikhlashkan do`a kepada Allah Tabaaraka wa Ta`aala dalam keadaan senang dan susah, lapang dan sempit, supaya mereka betul menjadi orang mu`minin sebenarnya, yang akan berhak mendapatkan balasan-Nya, Allah akan menjauhkan dari mereka `adzab-Nya.

Akan tetapi kesyirikan yang mereka lakukan setelah ni`mat Kami atas mereka, dalam bentuk keselamatan dari lautan, akibatnya, kufur dengan apa yang telah Kami berikan pada mereka, ditukar keni`matan dengan kejelekan, supaya sempurna kesenangan kesenangan yang mereka ni`mati di dunia, sebagaimana bersenang senangnya binatang ternak, tidak ada bagi mereka kepentingan kecuali hanya untuk perut dan kemaluan mereka.” [1]

Kebanyakan dari ummat Islam pada hari ini, manakala ditimpa musibah, mereka memohon pertolongan kepada selain Allah Subhaana wa Ta`aala, mereka menyeru ya Rasulallahi!, ya asy Syaikh Jailani!, ya asy Syaikh Rifaa`iiy!, ya asy Syaikh Marghaniy!, ya asy Syaikh Badawiy!, ya ays Syaikh `Arob!…” dan sebagainya.

Mereka menyekutukan Allah Tabaaraka wa Ta`aala diwaktu sempit dan lapang, sangat berbeda sekali dengan ummat jahiliyah di zaman Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, dimana mereka melakukan kesyirikan kepada Allah `Azza wa Jalla diwaktu lapang saja; sedangkan diwaktu sempit dan terjepit mereka betul-betul meng-ikhlashkan per`ibadatan mereka kepada-Nya saja, sebagaimana yang kita saksikan pada ayat yang di atas (al `Ankabuut : 65). Mereka menyelisihi perkataan Rabb mereka dan perkataan Rasul mereka Shollallahu `alaihi wa Sallam!!

Sesungguhnya kaum muslimiin – para shohabat ketika diserang balik oleh kaum musyrikin diperang Uhud adalah disebabkan oleh sebahagian para pemanah yang tidak menta`ati perintah pemimpin mereka;-Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam, mereka heran atas kekalahan yang mereka derita, maka dengan tegas Allah Jalla wa `Alaa menjawab rasa ta`ajjub mereka tersebut :
قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ أَنْفُسِكُم)). آل عمران (165).ْ قلتم أنى هذا))
Artinya : “Kalian berkata : dari mana datangnya kekalahan ini?” Katakanlah, itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri”. ( QS. Ali’Imran : 165).

Asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy berkata dalam menafsirkan ayat ini : “Maksudnya; dari mana menimpa kami apa-apa yang telah menimpa dan dikalahkannya kami ini?”,
((قل هو من عند أنفسكم)).
“Katakanlah : itu dari (kesalahan diri kalian sendiri.” Ketika kalian berselisih, dan melakukan ma`shiat dengan menyelisihi perintah Nabi kalian Shollallahu `alaihi wa Sallam, setelah diperlihatkan kepada kalian apa-apa yang kalian cintai, maka kembalikanlah celaan itu atas diri diri kalian, dan hati hatilah dari sebab sebab yang merusak.” [2]

Dan demikian juga dipeperangan Hunein ketika berkata sebahagian kaum muslimiin : “Sekali-kali kita tidak akan dikalahkan oleh jumlah yang sedikit.”

Maka terjadilah serangan kuat dari musuh, Allah Tabaaraka wa Ta`aala juga mencela mereka atas perbuatan tersebut dengan perkataanNya :
((ويوم حنين إذ أعجبتكم كثرتكم فلم تغن عنكم شيئا)). التوبة (25).
Artinya : “Dan ingatlah peperangan Hunein, yaitu diwaktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak akan memberikan mamfa`at kepada kalian sedikitpun.” (QS. At Taubah : 25).

Asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy berkata : “Maksudnya; tidak akan memberi mamfa`at kepada kalian sedikitpun atau banyak.” [3]

`Umar bin al Khatthaab radhiallahu `anhu pernah menulis kepada pimpinan perang Sa`ad bin Abi Waqqash di al `Iraaq : “Janganlah kalian mengatakan sesungguhnya musuh kita lebih jelek dari kita maka sekali-kali tidak akan berkuasa atas kita, kadang-kadang bisa jadi dikuasakan atas satu qaum seseorang yang lebih jelek dari mereka, sebagaimana dikuasakan atas bani Israaiil kuffarul majuusi takkala mereka telah melakukan ma`aashiy (ma`shiat-ma`shiat), mintalah pertolongan kepada Allah atas diri diri kalian, sebagaimana kalian minta pertolongan kepada-Nya dari musuh kalian.”

Abul Mundzir-Dzul Akmal as Salafiy Lc
Rajab 1428H/Juli 2007M.
Sumber bacaan kitab : “Minhaajul Firqatun Naajiyah”, oleh as Syaikh Muhammad bin Jamiil Zainu.
---------------------------------------
[1] Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan,” oleh asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy.

[2]Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan,” oleh asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy.

[3]Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan,” oleh asy Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy.

Sumber : Buletin Jum'at Ta'zhim As-Sunnah Edisi XIII Ramadhan 1428 H

Label:

.: Saat ini ada pengunjung online :.
Penunjuk Waktu
Streaming Radio

Mutiara Salaf

 

 

 

 

 

 

Ushul As-Sunnah menurut kita adalah :

“Berpegang teguh kepada perkara yang dahulu diamalkan oleh para Shahabat Rasulullah Shallallahu 'laihi wa sallam dan meneladani mereka, meninggalkan bid'ah karena semua bentuk bid'ah adalah sesat, meninggalkan perdebatan dan duduk-duduk bersama pengikut hawa nafsu serta meninggalkan pertengkaran, perdebatan dan berbantah-bantahan dalam Dien" ( Ushul As-Sunnah Imam Ahmad Rahimahullahu)

 

 

 

 

 

 

 

Ibnu Mas’ud Radliyallahu 'Anhu berkata :

“Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah! Sebab sungguh itu telah cukup bagi kalian. Dan (ketahuilah) bahwa setiap bid’ah adalah sesat.” (Syarh Ushul I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah Al-Laalikai)

 

 

 

 

 

 

 

Ibnu Mas’ud Radliyallahu 'Anhu berkata :

“Sederhana dalam As Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Syarh Ushul I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah Al-Laalikai)

 

 

 

 

 

 

 

Al Auza’i Rahimahullahu Ta'ala berkata :

“Berpeganglah dengan atsar Salafus Shalih meskipun seluruh manusia menolakmu dan jauhilah pendapatnya orang-orang (selain mereka) meskipun mereka menghiasi perkataannya terhadapmu.” (Asy syari’ah 63)

 

 

 

 

 

 

 

Statistik
Temukan Artikel
Ta'zhimus-Sunnah Duri © 1428 H/2007 Powered by Blogger | Template by Free Templates | Free Domain | Freedomain co.cc

CO.CC:Free Domain